Jurus PSG dan Klub Raksasa Eropa Siasati Aturan FFP

Mencari sumber daya finansial untuk menopang kegiatan klub sepak bola profesional telah menjadi tantangan besar di era modern. Aturan Financial Fair Play (FFP) yang diberlakukan oleh UEFA (Union European Football Association) mewajibkan klub untuk menyeimbangkan pendapatan dan pengeluaran, memaksa mereka mencapai “titik impas” atau break-even point.

Ini bukan hanya untuk menghindari kebangkrutan, tetapi juga untuk menciptakan kompetisi yang lebih sehat dan adil di kancah sepak bola Eropa. Oleh karena itu, klub-klub profesional dituntut untuk lebih kreatif dalam mencari pemasukan melalui berbagai metode pemasaran olahraga.

Pemasaran olahraga sendiri dapat dibagi menjadi dua kategori utama: pemasaran “dari” olahraga dan pemasaran “melalui” olahraga. Pemasaran “dari” olahraga berfokus pada promosi produk dan layanan olahraga itu sendiri, seperti menarik penonton untuk menyaksikan pertandingan atau mendorong partisipasi dalam kegiatan olahraga.

Tujuannya adalah memastikan kelangsungan hidup olahraga tersebut di tengah persaingan hiburan yang ketat. Sementara itu, pemasaran “melalui” olahraga melibatkan penggunaan olahraga sebagai kendaraan untuk mempromosikan produk non-olahraga.

Contoh paling jelas adalah sponsor perusahaan besar yang logonya terpampang di jersey pemain atau di stadion, atau program lisensi yang memungkinkan merek lain menggunakan logo klub untuk meningkatkan penjualan produk mereka.

Salah satu metode pemasaran olahraga paling ampuh yang digunakan klub profesional adalah sponsor olahraga. Selama dua dekade terakhir, sponsor olahraga telah tumbuh pesat. Perusahaan-perusahaan raksasa seperti Shell, Coca-Cola, Fly Emirates, dan Vodafone melihat klub sepak bola profesional sebagai platform strategis untuk mempromosikan merek mereka kepada audiens global.

Pada tahun 2020 saja, klub-klub top Eropa seperti Real Madrid, Manchester United, dan Paris Saint-Germain mampu meraup ratusan juta Euro dari sponsor jersey dan pemasok perlengkapan olahraga.

Selain sponsor, pemasaran pakaian dan merchandise olahraga melalui toko klub juga menjadi sumber pendapatan internal yang signifikan. Contohnya, penjualan jersey klub dapat menghasilkan jutaan Euro setiap tahun, seperti yang terlihat dari statistik penjualan jersey klub-klak Eropa pada musim 2018/2019.

Baca juga: McAllister Kisahkan Rasa Malu Dibuat oleh Dembélé di Liga Champions

Kasus Paris Saint-Germain menjadi contoh menarik dalam penerapan strategi pemasaran ini untuk memenuhi aturan FFP. Klub asal Paris ini, yang diakuisisi oleh investor Qatar pada 2011, pernah menjadi sorotan UEFA terkait potensi pelanggaran FFP karena pengeluaran fantastis untuk transfer pemain seperti Neymar dan Kylian Mbappé.

Namun, PSG secara aktif memanfaatkan beragam sponsor, mulai dari sponsor utama seperti NIKE dan ACCOR LIVE LIMITLESS, hingga puluhan mitra premium dan resmi. Keberagaman sponsor ini, ditambah dengan pendapatan besar dari penjualan merchandise di toko klub mereka, membantu PSG mencapai keseimbangan finansial yang dituntut oleh UEFA. Meskipun beberapa sponsor memiliki kaitan dengan pemilik klub, yang memicu pemeriksaan ketat dari UEFA, pendapatan dari pemasaran olahraga ini terbukti vital.

Secara keseluruhan, penggunaan metode pemasaran olahraga seperti sponsor dan penjualan merchandise telah terbukti berperan besar dalam membantu klub sepak bola profesional mengumpulkan sumber daya finansial.

Hal ini tidak hanya memastikan klub dapat beroperasi secara profesional, tetapi juga membantu mereka mematuhi aturan Financial Fair Play yang bertujuan menciptakan lanskap keuangan yang lebih berkelanjutan di sepak bola Eropa.

Dengan semakin ketatnya persaingan dan tuntutan profesionalisme, kemampuan klub untuk berinovasi dalam strategi pemasaran akan menjadi kunci kelangsungan dan kesuksesan mereka di masa depan.